Home About Tutobies Others

Minggu, 10 April 2016

Arti Hidup

     

     Angin malam berhembus pelan, dinginnya menusuk tulang. Cahaya bulan seolah menyorot diriku yang sedang termenung di balkon. Tanpa sadar aku mendesah. Kusadari indahnya bulan malam ini. Angin yang sedari tadi berhembus menjemput daun yang gugur karenanya. Ada apa denganku?

     Perlahan aku menungkapkan pertanyaanku pada malam yang bisu. Untuk apa aku hidup? Tak peduli siapa yang akan mendengar dan menjawabnya. Untuk apa aku hidup? Hatiku meneriakkannya. 

     Ya, sekarang aku ingat dengan perkataanmu.
***


     "Jangan pernah menyia-nyiakan hidup! Kau harus bisa menjalaninya! Isi hidupmu dengan hal-hal yang berguna! Sadarlah, hidup itu indah," katamu waktu itu.

     "Tapi, untuk apa aku hidup? Apalah arti hidup ini tanpa kutahu artinya?" tanyaku.

     "Jalani saja hidupmu. Suatu saat, kau pasti akan menyadarinya," jawabmu tersenyum.
***
     Sebelumnya, maafkan aku yang belum menyadarinya hingga detik ini. Namun, hatiku berbisik seolah mengatakan "Hidup itu indah". Ya, satu hal yang aku sadari.

     Hidup itu indah sejak aku menyadarinya. Semua sedih dan gelisah ini pasti akan hilang. Aku tahu tak ada hal yang abadi. Bagai hidup sekuntum bunga yang tak bertahan lama. Perlahan senyumku mengambang-entah mengapa.

     Lalu, apakah itu yang disebut kebahagiaan? Di saat hati damai dan jiwa tenang? Apakah benar ini kebahagiaan? Hanya sebuah kebenaran yang terjadi.
***
     "Kebahagiaan selalu menjadi dambaan setiap orang," katamu.

     "Bagaimana rasanya bahagia?" tanyaku.

     Kau tertawa kecil, lalu menjawab, "Jika kau merasakan hal yang luar biasa dalam hidupmu itulah bahagia, jika hatimu damai tanpa luka kegelisahan itulah bahagia, jika jiwamu tenteram tanpa godaan kegelisahan itulah bahagia, jika kau dapat tersenyum tulus, maka kau akan bahagia. Itulah kebahagiaan."

     Aku terdiam. Mulutku bersuara menanyakannya, "Di mana aku bisa memperoleh kebahagiaan?"

     "Kebahagiaan ada di hati nuranimu. Tersenyumlah dengan tulus dan kau akan bahagia," jelasmu.

     Aku mendesah, "Bagaimana caranya agar aku tidak kehilangan kebahagiaan itu? Bagaimana caranya agar aku tidak tersesat di hutan luka?"

     Kau memetik bunga yang berada di bawah kakimu, lalu menjawab, "Tersenyumlah dengan tulus walau kau menerima kenyataan sepahit apapun itu. Kuatkan hatimu! Kau harus tegar! Seperti bunga yang bertahan di ganasnya badai."
***
     Sesuatu terbesit di benakku. Satu hal lagi yag aku tahu. Benarkah?

     Hidup itu tangguh. Karena semua kenyataan ini adalah takdir yang harus diterima dengan ikhlas. Kita ditakdirkan berhati teguh, bagai sekuntuk bunga yang bertahan di tengah badai. Hidup itu tangguh. Sesakit apapun itu, aku tak peduli. Seberapa banyak luka yang kudapat, biarkan saja! Walau dihajar sekeras apapun, aku akan tetap tegar. Berusaha tersenyum tulus menghadapi kejamnya dunia. Aku akan kuat menghadapi kenyataan.

     Sinar jingga perlahan muncul dari ufuk timur. Dunia seakan terbangun menyongsong hari yang baru. Udara perlahan menghangat, begitu pula hatiku.

     Ya, aku tahu sekarang. Ya, aku sadar sekarang. Untuk sebuah arti hidup. Perlahan kupejamkan mataku. Membayangkan indahnya hidup ini. Membayangkan betapa berharganya hidup ini. Aku tak akan menyia-nyiakan hidup yang datangnya hanya sekali.

     Semua yang terjadi di detik ini itulah arti hidup.
~~"~~

NB: Cerpen ini benar-benar buatanku sendiri (jujur). Boleh di repost dan copas tapi harus ijin dulu. Jangan lupa ingatkan aku melalui comment box di bawah jika ada kalimat/kata/frasa dan tanda baca yang menyalahi kaidah Bahasa Indonesia atau EYD. Terima kasih!

Image source:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarmu akan dimoderasi. Boleh berkomentar asalkan komentarnya enggak bikin rusuh. Tidak boleh memakai bahasa kasar. Terbuka untuk kritik dan sarannya.